Senin, 01 Juni 2009

AWALUDIN MA’RIFATULLAH : Awal agama mengenal Allah


Rasulullah SAW berjuang selama tiga belas tahun di Makkah. Itulah masa Rasulullah berdakwah dan menghimpun para pengikutnya. mula-mula secara sembunyi-sembunyi dan kemudian secara terang-terangan. Dalam masa tiga belas tahun itu, Rasulullah hanya ‘membawa Tuhan’ kepada para Sahabat dan memperkenalkan para Sahabat kepada Tuhan. Dalam majelis yang resmi atau tidak resmi, dalam keramaian, apabila sedang berjalan-jalan dengan para Sahabat, bahkan di setiap waktu Rasulullah menceritakan tentang Allah dan hari Akhirat. Tentang kebesaran, kesucian dan kekuasaan-Nya. Tentang kasih sayang dan keampunan-Nya. Tentang kuasa dan iradah-Nya dan tentang segala sifat yang ada pada Tuhan. Segala sifat-sifat Allah itu sangat-sangat dihayati oleh para Sahabat hingga mereka menjadi amat kenal dengan Tuhan. Bukan sekedar tahu, tetapi sangat kenal. Mereka menjadi orang-orang yang arifbillah. Hati-hati mereka sangat dekat dengan Tuhan, sangat sensitif dan peka dengan Tuhan. Mereka sangat menghayati kebesaran dan keagungan Tuhan.

Akhirnya jadilah para Sahabat orang-orang yang sangat cinta dan takut kepada Tuhan. Dalam hidup mereka, Allah lah yang menjadi perhatian utama. Allah lah yang bertakhta di hati-hati mereka. Banyak di kalangan Sahabat yang menjadi begitu takut dan rindu pada Tuhan dan karenanya hanya Tuhan yang memenuhi fikiran dan perasaan mereka. Perasaan takut dan cinta ini sangat kuat dan mendalam hingga adakalanya hati-hati para Sahabat tidak dapat menanggung bebannya. Ada Sahabat yang langsung mati ketika mengingat kebesaran Allah. Ada yang mati ketika ada orang menyebut nama Allah. Sementara yang jatuh pingsan dan tidak sadarkan diri lebih banyak lagi. Bila disebut nama Allah, gementar hati-hati mereka. Namun dengan hati yang begitu tergila-gila dan rindu pada Tuhan, mereka tidak mempunyai jalan atau cara untuk melepaskan perasaan mereka. Mereka tidak ada cara untuk berhubungan atau berinteraksi dengan Tuhan. Maka terpaksa mereka menanggung dan memendam rasa cinta dan rindu itu. Mereka seolah-olah orang yang begitu dahaga tetapi tidak mendapat air untuk diminum. Mereka seperti orang yang sangat kelaparan tetapi tidak ada apa-apa untuk dimakan.

Mereka seperti orang yang sangat merindukan Kekasih Agungnya tetapi tidak dapat bertemu untuk memuji-muji dan meluahkan segala perasaan yang terpendam dan tercetus di hati. Allah biarkan saja mereka jadi begitu. Hanya pada tahun yang kesebelas, baru berlaku peristiwa Isra' Mi'raj. Jadi, baru pada tahun kesebelas datang
perintah shalat. Itulah satu hadiah yang sangat besar yang Allah kurniakan kepada para Sahabat supaya mereka dapat berinteraksi dan berhubung dengan-Nya. Supaya mereka dapat melepaskan segala perasaan rindu yang selama ini mereka tanggung. Supaya mereka dapat mengadu, berbicara, berbisik-bisik dan meminta-minta kepada Tuhan. Supaya mereka dapat meluahkan segala isi hati mereka dan bermanja-manja dengan Tuhan. Sungguh shalat itu suatu karunia yang amat besar bagi para Sahabat. Ia ibarat air di kala dahaga. Ia ibarat makanan di kala lapar. Ia ibarat pertemuan dengan kekasih yang sangat dirindukan.

Shalat menjadi buah hati Rasulullah dan para Sahabat. Shalat adalah istirahat/relaksasi bagi mereka. Rasulullah SAW pernah bersabda:

Maksudnya: “Shalat adalah penyejuk mataku.”

Baginda juga pernah menyuruh Sayidina Bilal r.a. untuk azan dengan berkata:

“Wahai Bilal, berilah istirahat kepada kita semua!”

Demikianlah kedudukan shalat di hati Rasul dan para Sahabat. Tidak heranlah mereka tenggelam di dalam shalat. Mereka ‘mi'raj’ di dalam shalat. Tidak heran juga, ketika shalat,mereka lupa tentang dunia ini dan segala isinya baik yang berupa nikmat maupun kesusahan. Mereka asyik dan masyuk dengan Tuhan dalam shalat. Sayidina Ali k.w. lantaran khusyuknya di dalam shalat, tidak terasa apa-apa ketika dicabut anak panah dari betisnya. Shalat mereka yang sebeginilah yang telah menjadikan mereka pribadi-pribadi agung. Agung keimanan mereka. Agung keyakinan mereka dan agung akhlak mereka. Allah kurniakan kepada mereka 3/4 dunia dan semua bangsa bernaung di bawah kekuasaan mereka. Mereka membawa kedamaian dan keselamatan. Mereka penuhi dunia ini dengan keadilan dan kebahagiaan. Di sini kita sungguh-sungguh dapat melihat konsep pendidikan Rasulullah, yaitu awaludin ma'rifatullah. Awal-awal
agama mengenal Allah.

Para Sahabat dikenalkan kepada Allah hingga mereka menjadi orang-orang yang arifbillah, yaitu orang-orang yang sangat takut, cinta dan rindu kepada Allah dan orang-orang yang mabuk cinta dengan Allah. Dalam keadaan begitulah baru mereka diperintahkan untuk shalat dan menegakkan syariat Allah. Keseluruhan perintah syariat yang beribu-ribu itu diturunkan di Madinah. Ia hanya memakan waktu 10 tahun,
dibanding memperkenalkan Tuhan yang esa itu, yang memakan waktu 13 tahun di Makkah. Orang-orang yang menegakkan syariat Allah di Madinah itu sebenarnya ialah orang-orang yang sudah teramat takut dan cinta pada Tuhan. Orang-orang yang arifbillah. Hanya orang-orang seperti ini sahaja yang mampu menegakkan syariat Allah. Yang mampu memperjuangkan agama Allah. Yang mampu berkorban ke jalan Allah. Itulah kelemahan umat Islam hari ini. Sekedar tahu tentang Tuhan. Sekedar ada ilmu tentang Tuhan. Sekedar alimbillah. Tuhan masih di akal saja, belum di hati. Belum ada rasa bertuhan.


Belum ada rasa kehambaan. Jauh sekali dari memiliki rasa takut, rindu dan cinta pada Tuhan. Lebih-lebih lagi, belum mabuk cinta dengan Tuhan. Dalam kondisi begini, mereka disodok dengan shalat dan syariat. Disuruh dirikan shalat. Disuruh tegakkan syariat. Diperkenalkan hukum hudud dan sebagainya.

Orang yang belum kenal Tuhan dan orang yang belum memiliki rasa takut dan cinta pada Tuhan, mereka tidak akan mampu mendirikan shalat dan menegakkan syariat. Kalau pun mereka melakukannya, ia dilakukan secara terpaksa. Melakukan kerja secara terpaksa memang pahit, sakit dan perih. Sulit untuk istiqomah. Kenapa kita tidak membawa Tuhan kepada mereka? Kenapa tidak kitauperkenalkan Tuhan kepada mereka? Kalau manusia betul-betul kenal Tuhan, mereka tidak akan dapat mengelak diri dari jatuh cinta dan rindu kepada-Nya. Mereka tidak akan dapat mengelak diri dari mau berbakti kepada-Nya untuk merebut cinta dan kasih sayang-Nya. Bagaimana bisa kita tidak sayang dan tidak jatuh hati kepada Allah yang begitu berbakti, begitu menjaga, begitu mengawasi dan memenuhi segala keinginan dan keperluan kita. Yang penuh kasih dan belas kasihan kepada kita. Yang menyayangi kita lebih dari ibu kita sendiri. Yang menjaga kita siang dan malam tanpa istirahat dan tanpa tidur. Yang tidak pernah melupakan kita.

Marilah kita kembalikan manusia kepada Tuhan. Marila kita perkenalkan Tuhan itu kepada manusia supaya manusia kenal akan Tuhan. Karena awal-awal agama adalah mengenal Tuhan. Selagi kita belum kenal Tuhan, selagi itu kita belum mampu untuk beragama atau untuk menegakkan agama. Mengenal Tuhan itu tidak cukup sekedar tahu tentang Tuhan atau tahu tentang sifat-sifat Tuhan secara ilmunya, tetapi bagaimana merasakannya di hati. Hati mendapat rasa bertuhan, hati merasa Tuhan sentiasa melihat, hati merasa Tuhan itu Maha Mendengar, hati merasakan Tuhan itu berkuasa berbuat apa saja kepada hamba-Nya, hati merasakan Tuhan itu pengasih dan penyayang, yang sentiasa mencurahkan rezeki kepada hamba-Nya.

Setelah hati memiliki rasa bertuhan, secara otomatis hati akan dipenuhi rasa kehambaan, yaitu rasa lemah, rasa berdosa, rasa bergantung mengharap kepada-Nya. Hati merasa takut dan cinta pada Tuhan sepertimana yang dirasakan oleh para Sahabat yang dididik oleh Rasulullah lebih 1400 tahun yang lalu.

0 komentar: